Hari ini, 17 Agustus, langit Indonesia kembali bergetar oleh gema kemerdekaan. Di setiap lapangan, bendera merah putih berkibar anggun, doa-doa syukur terucap, dan rakyat menyatukan hati mengenang jasa para pahlawan. Pada saat yang sama, di banyak instansi dan kementerian, Satyalancana kembali disematkan kepada aparatur yang telah mengabdi selama puluhan tahun. Tanda kehormatan itu menjadi simbol penghargaan atas dedikasi dan kesetiaan yang tidak pernah surut.
Namun di balik gegap gempita itu, ada sekelompok pejuang yang jarang disebut, bahkan nyaris tidak pernah masuk dalam daftar penerima penghargaan. Mereka adalah Tenaga Pendamping Profesional (TPP). Sejak Undang-Undang Desa disahkan lebih dari satu dekade lalu, TPP hadir di pelosok negeri, dari desa di perbukitan yang jauh hingga dusun kecil di tepian sungai. Mereka adalah saksi bisu perjuangan desa untuk berdiri tegak, dan pelaku nyata yang mendorong masyarakat menuju kemandirian.
Tanpa satyalancana.
Tanpa hening cipta.
Bahkan untuk mereka yang telah gugur dalam pelaksanaan tugas.
Jejak Sunyi Seorang TPP
TPP bekerja dengan wajah sederhana, tanpa sorot kamera, tanpa seremoni. Mereka berjalan di jalan tanah yang becek, menginap di rumah warga, berbincang panjang di balai desa, mendengar keluh kesah petani, nelayan, pedagang kecil, dan perangkat desa.
Mereka hadir bukan untuk mengawasi atau menghakimi. Mereka hadir untuk mendampingi, menguatkan, dan mengarahkan agar desa mampu mengelola sumber dayanya sendiri. Namun sering kali bayang-bayang salah paham menempel. TPP dianggap pengawas, dianggap momok, dianggap perpanjangan tangan birokrasi. Padahal, di balik itu semua, mereka hanya ingin satu: desa berdaya dan rakyat sejahtera.
Profesionalitas yang disematkan pada nama mereka kerap disalahartikan. Seakan-akan mereka hanyalah pekerja transaksional yang bekerja, dibayar, lalu selesai. Padahal kenyataan di lapangan jauh lebih kompleks. TPP dituntut menguasai hampir semua bidang, mulai dari pembangunan, pemberdayaan, administrasi, keuangan, hingga sosial kemasyarakatan.
Semua beban diletakkan di pundak mereka. Evaluasi dan sanksi selalu menanti jika dinilai kurang memenuhi target. Sebuah tanggung jawab yang terasa sangat besar untuk ukuran manusia biasa.
Tanpa Penghargaan, Tetapi Tidak Tanpa Arti
Pertanyaan pun muncul. Mengapa TPP tidak pernah mendapat Satyalancana? Apakah dedikasi mereka kurang tulus? Apakah pengabdian mereka tidak sepadan dengan mereka yang setiap tahun disematkan tanda jasa di dada? Atau minimal disebut keterlibatannya di teks pidato-pidato para pemimpin.
Sesungguhnya, TPP adalah pejuang desa. Mereka hadir bukan karena nama besar dan bukan pula karena seragam kebesaran. Mereka hadir karena keyakinan bahwa Indonesia tidak akan pernah benar-benar merdeka tanpa desa yang kuat.
Mungkin tidak ada kalung satyalancana yang menghiasi leher mereka. Namun, di setiap jembatan desa yang berhasil dibangun, di setiap kelompok tani yang berdaya, di setiap BUM Desa yang tumbuh, dan di setiap senyum anak desa yang kini dapat bersekolah dengan layak, sesungguhnya penghargaan itu telah tersemat.
Renungan Kemerdekaan
Hari ini, ketika kita berdiri tegak menyanyikan Indonesia Raya, mari kita ingat juga mereka: para TPP yang namanya tidak pernah disebut dalam upacara, tetapi keringatnya melekat di tanah desa.
Kita haturkan hening cipta untuk mereka yang telah gugur tanpa nama dan tanpa penghargaan. Kita berikan hormat untuk mereka yang tetap setia berjalan meski tanpa satyalancana. Karena mereka adalah bagian dari denyut nadi bangsa, bagian dari sejarah sunyi yang membangun negeri ini dari pinggiran. Merdeka bukan hanya kata. Merdeka adalah ketika desa berdaya, rakyat sejahtera, dan Indonesia berdiri tegak dalam persatuan.
Dan di sana, selalu ada jejak TPP, tenaga pendamping yang mungkin tidak terlihat tetapi nyata mewarnai perjalanan bangsa. 21/08/2025
Oleh: Zuldan Hamidy, Bidang Pengembangan Ekonomi Lokal dan BUMDES, TPP Pusat
Mantap pak mendes
BalasHapusKeren artikel nya
BalasHapusSelamat malam semua
BalasHapusSelamat malam semua komentar
BalasHapusSelamat malam semua komentar
Mantap Pak.Menteri,Sang saka Merah Putih berkibar di segala.penjuru,sama halnya dengan kampung kami.Namun ada sesuatu yang masih mengganjal masih ditemukannya jalan Kabupaten yang kondisinya belum juga beraspal.Kucuran DD sungguh sangat membantu pembangunan di Desa.
BalasHapusSangat mantap pak, mewakili suara TPP
BalasHapusLuar Biasa Pak, Salut
BalasHapusTerimakasih pak, luar biasa artikelnya mewakili suara TPP diseluruh pelosok negeri. 🙏
BalasHapusMantap pak dan luar biasa
BalasHapusPaten sekali
BalasHapuskeren pak..
BalasHapusHarapan dari Kawan-kawan TPP yg bekerja penuh pengabdian pemberdayaan ini, Sudi kiranya setatus TPP di naikkan kelas menjadi PPPK
BalasHapusMendukung program pemerintah ketahanan pangan di Kabupaten Intan jaya mulai membangkit melalui berbagai pihak di samping pemerintah daerah Lembaga Tani Merdeka juga telah hadir. Kami TPP selalu mendampingi Desa seluruh wilayah intan jaya dalam melakukan pengembangan usaha, harapan kami semoga program pemerintah ini benar-benar membantu, mendorong masyarakat demi mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang maju dan berkembang. Kami TPP selalu bersama masyarakat desa untuk mendukung,mengarahkan dan mendampingi masyarakat Desa
BalasHapusSemoga kita TPP selalu diberikan keberkahan dalam menjalankan tugas...
BalasHapusbpk ibu yth. saya mengucapkan terima kasih
BalasHapusTerimakasih atas bantuannya
BalasHapus